Resensi Sepatu Dahlan
Resensi tugas rutin setiap semester di sekolah gw. Sebetulnya ini resensi gw sewaktu semester 2. Resensi semester 1 belum gw ketik (menyusul). Novel Sepatu Dahlan, novel ke-10 yang gw baca (mungkin). Buah karya Khrisna Pabichara ini sangat memotivasi gw sewaktu membacanya. Gw bakal nge-share resensi trilogi karya beliau. Ditunggu ya untuk update-an selanjutnya
Identitas Buku
1. Judul :
Sepatu Dahlan
2. Penulis : Khrisna Pabichara
3. Penerbit : Noura books ( PT Mizan Publika )
4. Cetakan : I, Mei 2012
5. Tebal :
IV + 392 halaman,
Sepatu Dahlan merupakan buku pertama dari trilogi yang
ditulis oleh Khrisna Pabichara. Novel ini menggambarkan dengan cukup detail
bagaimana masa kecil Dahlan Iskan. Diawali dengan keadaan yang kritis karena ia
terkena penyakit liver akut. Pada saat dibius beliau bermimpi tentang masa
kecilnya di sebuah desa kecil di Magetan, Kebon Dalem. Sebuah kampung kecil di
antara perkebunan tebu dimana mayoritas pekerjaan warganya nyabit, nguli, dan
ngangon yang hidup serba kekurangan Tidak ada listrik ataupun fasilitas
lainnya. Saat malam datang rumah-rumah hanya berhias lampu teplok. Makanan
keseharianpun hanyalah tiwul karena hanya itu yang mampu mereka beli.
Dahlan Iskan merupakan murid Sekolah Rakyat Takeran bersama
teman-teman dekatnya yaitu Arif, Imran, Komariyah, Maryati, serta Kadir. Dahlan
mempunyai mimpi untuk memiliki sepatu dan sepeda karena ia harus berjalan
bekilo-kilometer untuk sampai ke sekolahnya yang membuat kakinya lecet hingga
melepuh terutama saat musim kemarau. Terlebih lagi saat ia memasuki Tsanawiyah
Takeran yang jaraknya dua kali lipat lebih jauh. Pada awalnya Dahlan ingin
melanjutkan pendidikannya di SMP 1 Magetan. Tetapi karena kekurangan biaya dan
saran dari bapaknya Dahlan melanjutkan pendidikannya di Tsanawiyah Takeran.
Di dalam novel ini terdapat berbagai permasalahan yang cukup
rumit untuk dijalani Dahlan sebagai seorang anak remaja. Dari mulai ditinggal
pergi oleh ibunya, tidak dapat membeli makanan, dan terpaksa mencuri tebu untuk
makanan adiknya. Bermacam-macam masalah muncul di hadapan Dahlan. Tetapi dia
tak pernah putus asa. Dahlan terus berjuang keras demi bapaknya, demi senyum
yang tak pernah beliau lontarkan lagi semenjak kematian Ibu Dahlan. Terbukti
dengan prestasi Dahlan di sekolahnya yaitu Pesantren Takeran semakin meningkat.
Dahlan menjadi kapten tim voli di sekolahnya serta terpilih menjadi pengurus
Ikatan Santri Pesantren Takeran yang membuat bapak bangga dan tersenyum
kembali.
Melalui novel ini banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat
kita ambil. Perjuangan seorang anak yang kurang mampu dalam hal keuangan untuk
menggapai mimpi sederhananya menyimpan banyak motivasi yang tersirat. Motivasi
untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi walau dalam keterbatasan serta bersyukur
atas segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah. Dengan gaya bahasanya
yang lembut dan sederhana, tidak berbelit-belit sehingga mudah dimengerti cocok
untuk dibaca oleh kalangan remaja maupun orang tua. Beberapa kutipan percakapan
juga diselipi dengan kata-kata dari bahasa Jawa yang dapat menambahkan kosa
kata pembaca mengenai bahasa daerah karena tidak menyulitkan pembaca untuk
memahami. Namun alur antar bab tidak menentu (maju-mundur) sehingga hubungan
antara bab sebelum dan sesudahnya ada yang tidak berkesinambungan sehingga
dapat membingungkan pembaca.
Posting Komentar